
jbkderry – Disclaimer: narasi ini hanya sudut pandang kelas secangkir kopi yang berusaha objektif dan tidak menyudutkan pihak manapun.
Dua hari terakhir, Jumat (10/12) dan Sabtu (11/12), saya lihat vlog di kanal Youtube Vindes berjudul “ANDRE TAULANY NGAPAIN DATENG LAGI SIH? SENENG BANGET KE VINDES?”, lalu di YouTube Andre Taulany lihat dua vlog berjudul “ANDRE BELI MOBIL BARU.. STEVI KAGET UANGNYA BANYAK BANGET, lalu di vlog Arief Muhammad yang berjudul “RACUNIN ANDRE TAULANY BELI MOBIL.”
Ketiga vlog itu mempromosikan Toyota Avanza dan Toyota Veloz generasi terbaru.
Seru sih menurutku, karena ini seperti sebuah serangan balasan ke Mitsubishi ketika menggunakan para vlogger papan atas spesialis otomotif buat promosikan XPander versi facelift terbaru.
Seru, karena Toyota seperti membuat persaingan promosi jadi lebih luas, tidak hanya terpaku pada influencer otomotif papan atas.
Efektifkah langkah Toyota? Biar waktu dan fakta pasar yang menjawabnya.
Saya hanya ingin mengulasnya secara lebih sederhana, sesuai kapasitas intelektualitas kelas secangkir kopi.
Para vlogger non spesialis otomotif yang dipakai Toyota memang tidak segape alias sepakar para vlogger spesialis otomotif, nampak jelas mata mereka membaca penjelasan atau kalau gak salah namanya prompter yang tidak terlihat oleh kamera.
Tapi indikatornya tentu bukan itu. Kalau parameter promosi adalah nilai angka kontrak yang lebih tinggi yang menguntungkan penyedia konten, dan juga jangkauan publik yang lebih luas yang menguntungkan penyedia produk, maka langkah Toyota di atas kertas lebih luas, karena bisa menjangkau tidak semata audiens spesialis konten otomotif.
Nah, kalau itu soal influencer otomotif vs influencer artis di ranah media sosial, bagaimana dengan judul narasi kelas secangkir kopi kali ini?
Saya ingat, Toyota juga baru saja mengajak serombongan jurnalis papan atas dari media-media terkemuka untuk merasakan sensasi Toyota Avanza dan Toyota Veloz baru di Bali pada awal Desember 2021 ini.
Pertanyaanya kemudian, efektif manakah? Tidak mungkin jawabannya saling melengkapi, kalau parameternya dua hal tadi yaitu siapa yang nilai kontraknya lebih besar dan siapa yang daya jangkaunya lebih luas ke publik, serta lebih jauh siapa yang lebih bisa mempengaruhi minat beli publik secara lebih luas?
Kenapa bisa demikian? Budget promosi seyogyanya jadi lebih terpecah oleh pihak produsen, berapa ke media massa dan berapa ke para influencer papan atas tadi?
Fenomena produsen kendaraan otomotif menggunakan jasa influencer artis yang non-otomotif juga tidak hanya digunakan oleh Toyota.
Vespa dan Yamaha juga. Lihat saja vlog berjudul “PREDIKSI CLUB MOTOR PENUH GIMMICK SUNMORI KELILING BINTARO” di kanal Youtube Andre Taulany yang mempromosikan Vespa 10 tahun di Indonesia, dan juga vlog berjudul “EMANG HARUS SELALU ADA ORANG-ORANG SEPERTI ERNEST PRAKASA – Tonight Show Premiere” di kanal Youtube TonightShowNet yang mempromosikan Yamaha NMAX dan Yamaha Aerox Connected.
Kembali ke soal dua indikator; Siapa yang berhasil memenangkan kontrak kerjasama lebih besar dan menjangkau publik secara luas?
Data valid tentu perlu disurvei lebih lanjut oleh pihak produsen, tapi kalau saya yang ditanya, entah, kenapa saya merasa penetrasi vlogger non-otomotif bisa menjangkau atensi publik secara lebih luas, dan bisa jadi punya kans lebih kuat untuk mempengaruhi minat beli masyarakat yang lebih luas.
Toh, masyarakat di kelas beli Rp 300 juta ke bawah akan lebih terpengaruh pada siapa yang menyampaikan, bukan pada apa yang disampaikan.
Itu menurut saya lho…