
jbkderry.com – Di tengah grafik penyebaran pagebluk bernama Covid-19 yang terus menanjak di tanah air pada semester kedua tahun 2020 ini, beberapa pabrikan mobil asal Jepang justru terus gas pol memperkenalkan model mobil baru.
Dan tidak sekadar model mobil baru yang biasa atau konvensional, melainkan model kendaraan SUV hybrid yang mengusung teknologi listrik.
Pertama pada 6 Agustus 2020 lalu, Toyota resmi memasakan Corolla Cross, ya Anda tidak salah baca, kini Corolla tidak lagi berwajah sedan, melainkan berdesain SUV.
Selang sebulan kemudian di awal September 2020, pabrikan mobil asal Jepang lainnya yaitu Nissan menghadirkan rival yang sepadan untuk Corolla Cross dengan nama Nissan Kicks E-Power.
Rentang harganya ada di kisaran Rp 450 juta hingga Rp 500 juta.
Jika patokan dimensi kendaraan dan patokan harga, maka kedua SUV berteknologi listrik ini akan mengisi kelas SUV dengan dimensi nanggung seperti Mazda CX-30 dan Mitsubishi Eclipse Cross.
Tinggal masing-masing potensial konsumen ingin meminang yang mana? Soal itu detail spesifikasi mobil sudah banyak media spesifik otomotif di tanah air yang membahasnya, silakan di-Googling.
Media kelas secangkir kopi jbkderry.com ingin membahasnya dari perspektif yang berbeda. Semoga bermanfaat…
Ngobrolin Potensi Pasar Mobil Listrik Sekali Lagi
Buat buka obrolan, media kelas secangkir kopi jbkderry.com sadur dari situs resmi salah satu perusahaan konsultan paling terkemuka di dunia, McKinsey, yang diunggah pada tanggal 17 Juli 2020 lalu, melalui sebuah narasi artikel berjudul “McKinsey Electric Vehicle Index: Europe cushions a global plunge in EV sales“. (link asli bisa dilihat di sini)
Artikel tersebut pada intinya menyebutkan bagaimana kondisi pasar mobil listrik sepanjang tahun 2019 dan kuartal pertama tahun 2020, termasuk dalam hal perkembangan, permintaan konsumen, hingga pangsa pasar, khususnya di pasar-pasar utama seperti Cina, Amerika Serikat, dan Eropa.
Sebenarnya pada tahun 2019 lalu, meski tetap mengalami pertumbuhan permintaan, namun pasar mobil listrik tidak tumbuh sepesat tahun sebelumnya.
Jika pada tahun 2018, pasar mobil listrik tumbuh hingga 65% dibanding pencapaian pada tahun 2017, namun di tahun 2019 angka pertumbuhan hanya di kisaran 9%, dari angka 2,1 juta unit pada tahun 2018 menjadi 2,3 juta unit pada tahun 2020.
Bahkan pada kuartal pertama tahun 2020, pasar mobil listrik di dunia justru turun 25%, turun cukup tajam di pasar Cina dan Amerika Serikat, meski di kawasan Eropa mengalami pertumbuhan yang positif.
Di tahun 2019 lalu, pasar mobil listrik di Cina tercatat tumbuh di kisaran 3% dibanding tahun 2018, namun tetap di angka 1,2 jutaan unit dalam setahun.
Sebaliknya di Amerika Serikat pada tahun 2019, pasar mobil listrik merosot 12%, dengan angka total yang terjual sebesar 320.000 unit.
Nah, di Eropa yang justru tengah bersemi dengan pertumbuhan 44% dan mampu menembus angka 590 ribu unit mobil berteknologi listrik yang terjual.
Di kuartal pertama tahun 2020, pasar mobil listrik di pasar Cina dan Amerika Serikat kembali merosot cukup tajam, yaitu turun tajam 57% di Cina dan merosot drastis 33 persen di Amerika Serikat, jika dibanding pada data penjualan pada kuartal keempat pada tahun 2019.
Namun lagi-lagi di Eropa situasi berjalan kontras, karena pasar malah naik 25 persen.
Ngobrolin Perkembangan Terkini Pasar Mobil Listrik di Cina
Di Cina ada beberapa hal yang disinyalir membuat pasar mobil listrik mengalami penurunan, seperti kekhawatiran pada gelombang kedua pagebluk Covid-19, serta perubahan orientasi atau minat belanja di kalangan masyarakat berusia muda; Gen-Y dan Gen-Z.
Hal lain yang mempengaruhi penurunan minat beli mobil mobil listrik di Cina adalah kebijakan pemerintah pusat yang menghapus subsidi bagi mobil listrik yang daya jelajahnya kurang dari 200 km, dan pengurangan subsidi 67% untuk mobil listrik yang sepenuhnya mengandalkan tenaga baterei (BEV – Battery Electric Vehicle) yang daya jelajahnya mampu di atas 400 km.
Kondisi pasar mobil listrik yang tidak baik pada kuartal pertama 2020 di Cina, khususnya karena dampak pagebluk Covid-19, juga telah membuat beberapa pabrikan mobil listrik menghentikan produksi kendaraan.
Amerika Serikat
Pada tahun 2018, pasar mobil listrik di Amerika Serikat disebut tumbuh 80 persen, seiring peluncuran versi standar Tesla Model 3.
Namun pertumbuhan penjualan mobil listrik justru berjalan lamban pada tahun 2019, karena dipengaruhi beberapa faktor termasuk karena dihapusnya stimulasi pajak.
Hasilnya penjualan Tesla pada tahun itu justru turun 7 persen atau setara dengan angka penurunan 12.400 unit. Model mobil listrik dari merek lain pun turun tajam. Chevrolet Volt turun 14.000 uit, dan Honda Clarity turun 8.000 unit.
Meski tidak semua merek yang menelan hasil pahit pada tahun 2019. Setidaknya ada tiga pabrikan yang menuai hasil penjualan kendaraan listrik yang diterima pasar dengan cukup baik di Amerika Serikat, yaitu Audi (melalui e-tron), Hyundai (melalui Kona EV), dan VW e-Golf, dimana ketiga model kendaraan listrik itu mampu terjual lebih dari 24.500 unit di Amerika Serikat.
Faktor yang mempengaruhi merosotnya penjualan kendaraan listrik sebesar 33 persen pada kuartal pertama 2020 juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah federal, seperti pada Maret 2020, standar konsumsi BBM dinaikkan dari 40 MPG (sekitar 17 km/liter) menjadi 54 MPG (sekitar 22,9 km/liter).
Disamping itu turunnya harga BBM di Amerika Serikat juga mempengaruhi minat beli konsumen untuk kembali membeli mobil dengan mesin konvensional (ICE/internal-combustion engines).
Eropa
Mengapa pasar mobil listrik justru tumbuh pesat di Eropa? Salah satunya karena standar emisi gas buang yang baru telah diberlakukan, yaitu 95 gram karbon dioksida per kilometer untuk kategori mobil penumpang.
Minat beli pasar pun semakin menjadi-jadi, karena pada tahun 2020 ini sudah dicanangkan jika kendaraan fleet (kendaraan operasional perusahaan) juga harus mengikuti regulasi yang sama, dan mulai berlaku 100 persen pada tahun 2021 mendatang.
Ada tiga model kendaraan BEV yang meraup pertumbuhan hingga di atas 70 persen karena kebijakan ini, yaitu Tesla Model 3, Hyundai Kona, dan Audi e-tron.
Ada Berapa Banyak Model Mobil Listrik di Dunia
Pada tahun 2019 lalu berdasarkan data McKinsey ada 143 model mobil baru yang diperkenalkan, dimana 105 di antaranya adalah ketegori BEV (Battery Electric Vehicle) dan 38 di antaranya adalah kategori PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicles).
Di tahun 2022 mendatang, kabarnya ada sekitar 450 model kendaraan listrik yang akan diperkenalkan di dunia, dimana sebagian besar yang memiliki ukuran atau dimensi sedang (mid-size) dan besar (large).
Jerman menjadi salah satu negara yang disebut paling ambisius memproduksi mobil listrik sejak tahun 2020, dengan harapan unit produksi mencapai 856.000 unit kendaraan listrik.
Investasi Pengembangan Mobil Listrik
Pabrikan otomotif pun semakin gencar melakukan langkah investasi pengembangan pabrik produksi kendaraan listrik (EV/Electric Vehicle).
Tesla misalnya di bulan Januari 2019 telah memulai pembangunan pabriknya di Shanghai dan pada Desember 2019 produksi kendaraan listriknya telah dimulai.
Tidak hanya di Cina, pada tahun 2021 Telsa dikabarkan siap membangun pabrik baru di Jerman.
Tidak ingin kalah start, Volkswagen dan Toyota telah mencanangkan target pembangunan pabrik kendaraan listrik di Cina.
Bagaimana dengan Pabrik Produksi Baterei EV
Seiringi meningkatnya produksi kendaraan listrik, maka pabrik produksi baterei pun meningkat.
Di tahun 2019, baterei lithium-ion untuk kendaraan EV dikabarkan tumbuh 17 persen, atau setara dengan 117 gigawatt-hours, dan angka produksi itu disebut cukup untuk mentenagai 2,4 juta unit BEV standar.
Sebagian besar produksi baterei EV ini diproduksi di Central Eropa, dan di tahun 2025 mendartang ditargetkan kapasitas produksi untuk memenuhi pasar global akan mencapai di kisaran 1.000 gigawatt-hours.
Baterei buatan Cina yang bermerek CATL yang memiliki pangsa pasar terbesar pada tahun 2019, yaitu 28 persen, dan kapasitasnya pun disebut telah mengalami peningkatan 39 persen.
CATL sendiri disebut terus melakukan investasi global, termasuk telah menandatangani beberapa kontrak kerjasama baru dengan beberapa perusahaan OEM internasional dan telah menyiapkan pendirian baru di Jerman.
Pabrikan asal Korea Selatan juga dikabarkan terus melakukan langkah agresif untuk menanamkan investasi pabrik produksi.
SK Innovation menjadi salah satu contoh yang telah mengumumkan penanaman investasi 5 miliar Euro (sekitar Rp 85 triliun, nilai kurs Rp 17.000) untuk pengembangan pabrik di Amerika Serikat.
Lalu ada LG Chem yang menanamkan investasi kerjasama dengan General Motors di Amerika Serikat sebesar US$2,3 miliar (atau sekitar Rp 33,8 triliun, nilai kurs Rp 14.700).
Ya, upaya kerjasama sendiri menjadi langkah populer yang banyak dilakukan banyak perusahaan dalam hal pengembangan pabrik baterei. Tesla misalnya yang sebelumnya hanya menggunakan baterei produksi Panasonic, kini telah melakukan kontrak kerjasama dengan CATL dan LG Chem, khususnya untuk pasar di Cina sejak tahun 2019 lalu.
Setelah ngobrol panjang lebar tentang kondisi di global mengenai pasar EV, ada baiknya juga artikel ini ditutup dengan yang ada kaitannya dengan potensinya di Indonesia.
Dari artikel di situs McKinsey itu kita bisa menarik kesimpulan, jika faktor regulasi dari pemerintah akan sangat mempengaruhi bagaimana kans kendaraan listrik bisa berjalan baik di Indonesia ke depannya.
Di samping itu, melihat selera minat konsumen di Indonesia yang unik, para produsen tentu perlu memperhatikan selera konsumen secara umum, terutama juga soal harga jual, kesiapan infrastruktur (ini juga erat kaitannya dengan dukungan kebijakan pemerintah).
Itu saja dulu informasi kali ini, rasanya sudah kepanjangan juga. Semoga ada manfaatnya, terima kasih telah menyempatkan waktu untuk mampir.