MEWUJUDKAN KEINGINAN SEPEDAAN SENDIRI TERBERAT DI BULAN JUNI 2020

jbkderry.com – Sudah sepekan terakhir punya keinginan menaklukkan jalur Hambalang via Babakan Madang dan Tagana, dan akhirnya setelah memupuk keberanian kejadianlah di Kamis pagi 11 Juni 2020.

Start dari markas mungil media kelas secangkir kopi jbkderry.com sekitar pukul 6 pagi, dan tiba di sekitar kawasan sirkuit Sentul sekitar sejam kemudian.

Di sini, rute perjalanan kemudian menjadi lebih berat dan menantang. Dari awalnya ingin masuk dari arah jalan Raya Citaringgul – Babakan Madang, malah berbelok ke jalan akses yang melewati samping Sirkuit Sentul dan Palm Hill Golf Course.

Ini bukan rute mudah sebenarnya untuk kategori sepeda low-spec seperti si Little Wolverine, meski secara jarak bisa jadi lebih pendek (sedikit). Pasalnya jalannya banyak akses bebatuan, berlumpur, dan tanjakan. Tidak heran jika jalur ini juga menjadi salah satu favorit para penggemar motocross untuk melintasinya.

Mestinya kalau mau lewat sini, spek sepedanya harus tahu diri dan menyesuaikan, tapi hal itu cukup berlaku untuk orang kategori normal, bukan kategori edan.

Beberapa kali perjalanan pagi itu pun harus dilalui dengan cara menuntun sepeda, karena harus melewati lumpur dalam atau akses jalan yang diisi dengan bebatuan besar. Daripada beresiko jatuh dan cedera, mending dituntun, meski sepatunya jadinya kotor kena lumpur.

Perjalanan kali ini pun jadi eksperimen dengan menggunakan celana sepeda yang model bahan parasut (bukan yang ketat), namun ditambahkan pembungkus busa khusus jok. Ternyata lumayan bekerja baik untuk tidak buat “biji” keram sepanjang perjalanan.

Setengah jam melintasi jalur makadam, lumpur, dan tanjakan di medan rusak, tiba juga di pertigaan arah Tagana Training Center. Dari tiga kali percobaan sebelumnya, baru sekali bisa menaklukkanya mulus sampai dari titik nol Warung Romli (dekat kantor desa Hambalang). Selebihnya gagal, nyerah.

Plus pagi itu jadi lebih sulit dibanding waktu sekali sukses dulu, karena dulu masuk lewat jalan Raya Citaringgul – Babakan Madang, sementara pagi ini tenaga sudah cukup terkuras di jalur motocross tadi.

Setelah dua jam gowes (sejam di jalan rusak dan tanjakan), rasanya tenaga dan kepercayaan diri sudah habis. Ya, suara kecil di kepala seolah sudah berteriak, “Woi, this beyond the distance.”, ya agak sok English, namun kira-kira artinya, “Woi, ini sudah melewati batas kemampuan.”

Sempat ada kepikiran untuk balik arah dan pulang, toh, tidak ada yang perlu dibuktikan dalam perjalanan kali ini. Mungkin kali lainlah dicoba lagi, tapi suara kecil di kepala seolah berteriak, “Yang pulang itu orang normal, elu kan bukan!”

Dengan sisa-sisa tenaga, pedal sepeda tetap dijejak, perlahan pada posisi gear paling enteng. 15 menit kemudian sudah mulai masuk kawasan puncak Desa Hambalang. Di beberapa rumah nampak hasil kebun cengkeh yang dijemur. Sungguh mengingatkan pada masa-masa SD, saat mendiang nenek masih hidup dan berjaya. Dulu nenek punya kebun cengkeh di kabupaten Sinjai – Sulawesi Selatan, dan kalau musim panen pasti ada banyak-banyak karung yang dikirim di Makassar untuk dijemur, dikeringkan, lalu dijual.

Melihat cengkeh-cengkeh yang dijemur itu rasanya cukup memicu semangat dan energi tambahan untuk menyelesaikan perjalanan ini. Satu per satu jalur tanjakan dilalui, termasuk yang paling miring dan cukup panjang pula tersuguh di depan mata.

Ya, itu jalur tanjakan menuju titik nol Warung Romli. Beberapa waktu lalu ada penduduk setempat yang bercerita, jika level kemiringan jalan itu sudah beberapa kali makan korban, termasuk anak muda yang sampe nyangkut di atas genteng rumah orang, karena kehilangan keseimbangan mengendalikan motornya.

Sesaat pandangan melihat ke Warung Romli, cukup banyak pesepeda yang tengah mampir. Keinginan singgah untuk membeli air mineral pun urung dilakukan. Lebih baik hindari kerumunan dulu sebisa mungkin di tengah grafik pandemi yang tengah meninggi di tanah air.

Baru di warung pos 1 yang posisinya lebih dibawah mampir sejenak membeli air mineral dan dua bungkus cemilan yang ada coklatnya, lalu lanjut lagi pulang.

Namun petualangan pagi itu belum selesai. Selepas ujung turunan kawasan militer BNPT – Citereup dan masuk tanjakan perkampungan, pulley RD bagian bawah bermasalah, giginya ternyata sudah habis.

Alhasil dorong sekitar satu kilometer di sekitar pukul setengah 10 pagi, sembari cari bengkel sepeda terdekat. Belum sampai ketemu, eh, ada empat malaikat penyelamat lewat. Pesepeda juga, satu masuk kategori usia kakek-kakek, satu seusia nenek-nenek, dan dua ketegori usia bapak-bapak.

Sang kakek itu yang berinisiatif membenarkan, sembali menjelaskan jika pulley RD bagian bawah harus segera diganti karena sudah habis.

Empat malaikat penyelamat ini ngakunya dari Cibarusah, berangkat dari pukul setengah tujuh pagi dan setelah 3 jam perjalanan baru sampai di kawasan Sentul. “Kami mau ke 0KM Bojong Koneng,” ujar sang kakek, sembari melambaikan tangan salam perpisahan.

Terima kasih, kawan-kawan baik. Semoga selamat sampai di tujuan, dan demikian pula arah pulangnya.

Eh, ngomong-ngomong, tahukah kau apa yang dikatakan seorang penyendiri di jalan sunyi? Dia berkata, jangan pernah lepaskan dan kehilangan rasa gembira di kepala dan hatimu.

Itu saja dulu, goweslah kuy. Jangan kasih kendor.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: