jbkderry.com – Di pekan pertama Mei 2020 ini, ada dua kabar “besar” di jagat informasi tanah air.
Pertama, meninggalnya Didi Kempot, musisi legendaris asal Solo pada Selasa 5 Mei 2020. Soal ini, jutaan penggemarnya telah menyatakan duka yang mendalam, termasuk melalui linimasa sosial media masing-masing.
Selamat jalan, mas Didi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan tempat yang terbaik di sisiNya, Amin.
Informasi kedua, adalah soal aksi selebriti media sosial Ferdian Paleka yang mengunggah konten prank alias ngerjain beberapa waria di Bandung, dengan donasi berisi sampah. Lewat aksinya ini, Ferdian Paleka langsung dihujat dan dikejar berbagai pihak, termasuk oleh aparat kepolisian.
Media kelas secangkir kopi jbkderry.com tertarik mengulas soal ihwal yang kedua, Ferdian Paleka.
Kalau sempat mampir ke kanal YouTube Ferdian Paleka, harus diakui perkembangan subscribersnya terhitung cepat. Hanya dalam hitungan kurang dari 6 bulan, Ferdian sudah berhasil mengumpulkan nyaris 100 ribu subscribers dan itu berarti tinggal selangkah langkah lagi mendapat penghargaan “Silver Button” dari YouTube.
Kalau melihat apa yang dilakukan Ferdian sebenarnya abu-abu untuk dikatakan sepenuhnya salah, mengingat banyak selebriti sosial media atau lebih khususnya YouTuber yang melakukan aksi-aksi berbau kontroversi, demi mengejar standar adsense dan endorse yang lebih besar.
Ya, harus diakui media sosial berplatform YouTube dan juga Instagram telah menjadi media yang bisa mempopulerkan banyak orang dengan cara benar, tidak benar, ataupun abu-abu.
Lewat platform media sosial tersebut, publik pertama kali bisa semakin mengenal sosok Justin Bieber dan Isyana Sarasvati, musisi berkelas yang dapat disebut gagal ditemukan melalui jalur media mainstream.
Selain bisa menjadi jalan setiap orang semakin terkenal, platform YouTube dan Instagram juga bisa menjadi jalan menjadi kaya raya, seperti Atta Halilintar, Saiih Halilintar, dan Ria Ricis.
Meski konten mereka cukup sering dikritisi menjual sensasi dan kontroversi, namun sejauh ini masih berhasil lolos dari lubang jarum seperti yang harus dialami Ferdian Paleka saat ini.
Masih ingat tentu dalam ingatan, ketika Ria Ricis buat konten “Pamit” namun dua hari kemudian muncul lagi, atau ketika dia harus dihardik sejumlah tetangga di rumah barunya di kawasan Jakarta Selatan, karena membuat konten YouTube di tengah kebijakan PSBB yang tengah ditetapkan pemerintah.
Uniknya, pamor Ria Ricis tetap mengkilap di mata jutaan penggemarnya. Pun demikian dengan Atta Halilintar, pun acap kali buat artikel prank, namun tetap termaafkan oleh jutaan penggemarnya dan tetap menjadikannya sebagai YouTuber dengan jumlah subscribers terbanyak di Indonesia.
Sebenarnya tidak sulit mendiagnosa gambaran audiens Atta Halilintar, Ria Ricis, Ferdian Paleka, dan beberapa selebriti media sosial seusia mereka. Melalui situs id.noxinfluencer.com, kita bisa mengetahui ada kesamaan karakteristik usia audiens yang mayoritas ada di rentang usia 13 tahun – 34 tahun (kalangan millenials – Gen Y dan kalangan post-millenials – Gen Z).
Ada semacam konklusi yang bisa ditarik dari gambaran data ini, jika standar normal, etika, dan adab pada Gen Y dan Gen Z ada yang berbeda bahkan kontras dengan Gen X.
Anda boleh sepakat ataupun tidak, tapi ini gambaran fakta yang ada di kehidupan nyata atau lapangan saat ini.
Kita pun tidak bisa serta menyalahkan para selebriti muda ini atas aksi-aksinya yang mungkin dianggap keterlaluan, tapi bagi mereka ini bisa jadi sebagai sebuah gambaran perlawanan, anti hegomoni, hingga kita bisa meminjam sebuah istilah yang semakin sering terucap di tengah pandemi Covid-19, The New Normal.
Mengapa kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya aksi para selebriti media sosial yang juga masuk dalam kategori Gen Y bahkan Gen Z ini? Ya, karena aksi mereka memang didukung oleh sistem digital melalui rekayasa kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan kebutuhan mekanisme pasar.
Ya, buktinya semakin kontroversial mereka, semakin punya kans untuk menambah jumlah pengikut yang bersedia meluangkan waktu, bahkan banyak waktu, dan itu berarti pula menambah jumlah kekayaan materi mereka.
Dari jalur sosial media YouTube dan Instagram; Atta Halilintar, Saiih Halilintar, dan Ria Ricis bisa punya rumah dan koleksi mobil-mobil mewah. Bahkan untuk sekelas Ferdian Paleka yang jumlah subscribersnya jauh di bawah ketiga nama di atas, berdasarkan data id.noxinfluencer.com, bisa mengantongi pemasukan Rp 20an juta hingga Rp 70an juta per bulan.
Nah, untuk menjaga kans pemasukan yang bisa disebut sama sekali tidak kecil itu, mereka dituntut untuk semakin intens membuat konten. Semakin kontroversi, semakin besar kansnya mendapat jumlah subscribers, jumlah penonton, dan pengiklan lewat jalur endorse.
Besarnya kans untuk jadi terkenal dan kaya raya melalui platform media sosial YouTube dan Instagram pun mengundang banyak selebriti dari dunia film dan televisi yang perpindah ke sana, namun hanya segelintir yang dapat dikatakan sukses seperti Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, Baim Wong dan Paula Verhoeven, serta Deddy Corbuzier.
Kembali ke soal Ferdian Paleka, kalau mau jujur menurut jbkderry.com, dia hanya apes karena perbuatannya digulirkan secara efek bola salju ke permukaan. Dia pun seperti termakan oleh senjata yang turut membesarkannya, dihempaskan oleh dunia sosial media.
Katakanlah itu sebuah kejahatan dan tidak berperikemanusiaan, seperti yang dituduhkan oleh beberapa selebriti yang membuatnya dalam konten (juga), tapi aksi kontroversi a la selebiriti sosial media sebenarnya sudah banyak terjadi dan mereka bebas-bebas saja hingga kini.
Bukan rahasia lagi, jika melalui jalur endorse, para selebriti sosial media ini mendapat pundi-pundi yang tidak kalah banyaknya. Beberapa waktu lalu, media kelas secangkir kopi ini pernah beropini di linimasa jagat media sosial Facebook, jika ada beberapa selebriti media sosial yang meng-endorse sebuah produk yang sudah nyaris bangkrut dan tutup di dunia.
Salah satu selebriti media sosial yang terlibat pun pernah mengatakan jika produk tersebut adalah yang terjelek di pasar, lalu kemudian di beberapa waktu ke depan peluang kerjasama hadir dan diambilnya bersama teman-temannya.
Kini, produk itu tidak ada lagi dijual di tanah air, dan orang-orang yang sudah terbius dengan hasil kontennya pun kemudian mungkin hanya bisa gigit jari sambil mengeluarkan sumpah serapah, tapi itulah dunia sebenarnya dari para selebriti sosial media.
Mereka semakin tidak peduli, apakah mereka menyampaikan racun ataupun madu, yang penting mereka, keluarga tercinta, dan teman-temannya dekatnya senang serta bertambah kaya.
Seorang sahabat baik yang menjadi pemimpin sebuah media online dari salah satu grup media terbesar di bagian timur negeri ini pernah bilang, “Kalau mau main di media digital, konten bukan lagi raja dan harus bisa menyesuaikan diri dengan sistem digital itu sendiri jika ingin selamat dan menjadi besar.”
Meski tidak sepakat dengan pandangan kawan baik itu, jbkderry.com pun bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri beberapa kenalan yang bisa bertambah kaya dengan melakukan konten kontroversial di kanal digital mereka masing-masing.
Sekali lagi, Anda bisa setuju atau tidak, tapi fenomena seperti Ferdian Paleka itu banyak sekali di luar sana. Mereka akan terus bergerak cepat jika ingin terus eksis di sistem, dan tinggal nasib yang akan menentukan apakah mereka bisa bernasib baik seperti Atta Halilintar, Saiih Halilintar, Ria Ricis, dan Reza Arap, atau justru mengalami nasib apez dihakimi massa jagat maya seperti Ferdian Paleka.
Sebagai penutup, artikel ini tidak ingin berpreferensi jika semua yang main media sosial berbasis YouTube dan Instagram pasti kontroversial dan bertendensi negatif.
Ada beberapa contoh kanal YouTube yang tentu bisa memberikan manfaat positif, seperti kanal Najwa Shihab dan Deddy Corbuzier buat yang suka dengan dunia dialektika, Jess No Limit dan MiawAug bagi yang suka dunia game, atau Jerome Polin yang menggambarkan anak muda yang energi dan pintar hingga bisa mendapatkan beasiswa kuliah di Jepang.
Masih banyak juga tentu kanal YouTube dan Instagram lain yang bermuatan positif, tapi tanpa keberanian menjual kontroversi, rata-rata tenggelam sebagai YouTuber atau Selegram kelas semenjana, atau bahkan kelas receh.
Itu saja.