jbkderry.com – Artikel kelas secangkir kopi untuk Selasa 8 Oktober 2019 dimulai dari kata kunci “southeast asia automotive industry 2019” (baca: kondisi industri otomotif Asia Tenggara di tahun 2019) dan meski secara data terhitung minim ketemu juga beberapa referensi menarik untuk disarikan.
Berikut informasinya, semoga bermanfaat.
Informasi awal disarikan dari informasi yang diunggah oleh situs https://www.aseanbriefing.com pada tanggal 1 Oktober 2019 lalu.
Jika menelisik data dari artikel tersebut, industri otomotif di Asia Tenggara dapat dikatakan agak lebih baik pertumbuhannya dibanding beberapa market utama di sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat, Cina, Jerman, dan India.
Secara umum kabarnya industri otomotif di kawasan Asia Tenggara tetap memiliki potensi untuk tumbuh, khususnya dari wilayah pasar terbesar yakni Thailand dan Indonesia.
Potensi gerak tumbuh industri otomotif di kawasan Asia Tenggara masih didominasi oleh merek-merek Jepang yang memang telah cukup mapan dengan mata rantai suplai kebutuhan lokal yang juga telah terbangun lama.
Para investor asing pun disebut terus melirik potensi pasar-pasar yang kuat di antara negara-negara Asia Tenggara. Kabar terbaru di antaranya (masih) dari pabrikan Jepang yakni Mitsubishi yang telah menyiarkan kabar akan memproduksi Xpander di Vietnam untuk kebutuhan pasar domestik.
Sementara dari Indonesia, kabar terbaru yakni keputusan Hyundai Motor Company untuk menanamkan mega investasi telah dinyatakan secara resmi oleh Pemerintah RI melalui Kementerian Perindustrian RI pada tanggal 25 Juli 2019 lalu.
Ada empat kawasan di Asia Tenggara yang diprediksi mengalami pertumbuhan positif dalam beberapa waktu ke depan di antaranya Thailand, Indonesia, Vietnam, dan Malaysia, tapi calon investor asing memang harus lebih selektif untuk berinvestasi jangka panjang, karena adanya perbedaan selera dan kebutuhan konsumen di antara keempat negara tersebut.
Thalland
Negara berjuluk ‘Detroit of Asia’ pada tahun 2018 memproduksi sekitar dua juta unit, dimana lebih dari separuhnya untuk kebutuhan ekspor ke lebih dari 100 negara, dengan nilai pertumbuhan di angka 8,7%.
Sejak tahun 2007, Thailand melalui Thailand’s Board of Investment (BOI) menjadi negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang telah memulai skema mobil ramah lingkungan.
Skema kebijakan tersebut sangat menarik bagi investor asing, karena di antaranya membebaskan biaya pajak bagi perusahaan otomotif yang menanamkan nilai investasi minimal US$168 juta untuk pengembangan mobil ramah ligkungan.
Alhasil perusahaan Jepang terkemuka pun tertarik menanam investasi produksi 500 ribu kendaraan dalam waktu lima tahun.
Tidak berhenti di situ, Thailand pun memberikan paket stimulus baru dengan nama Thailand Plus bagi pelaku industri, dengan tawaran potongan pajak 200 persen bagi pelaku industri otomotif yang melakukan pengembangan teknologi masa depan yang terkait sistem otomatis dan robotik.
Indonesia
Di saat Thailand memiliki kelebihan pada sektor ekspor, Indonesia punya potensi lebih pada potensi pasar domestik yang besar ditunjang dengan tumbuhnya kelas menengah.
Di tahun 2018, pasar otomotif di Indonesia disebut mengalami pertumbuhan di angka enam persen, dengan angka penjualan 1,3 juta unit dimana 346 ribu unit di antaranya untuk kebutuhan ekspor seperti Filipina, Arab Saudi, dan Vietnam. Di tahun 2019, pemerintah Indonesia menargetkan angka ekspor mampu mencapai 400 ribu unit.
Untuk pasar domestik, gerak industri otomotif cukup dipengaruhi dengan adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) yang membidik segmen pembeli pemula dengan daya beli di angka Rp 100 jutaan.
Dalam paket kebijakan LCGC yang menargetkan mampu mereduksi emisi gas buang sebesar 26% dalam waktu lima tahun, juga terkandung aturan konsumsi BBM minumum dapat mencapai 20 km/liter dan kandungan konten lokal minimal 85%.
Ada beberapa paket kebijakan lain dari pemerintah RI dalam mendorong investasi asing, termasuk di antaranya potongan pajak untuk investasi dalam hal riset dan pengembangan, LCEV (yang merupakan paket pengembangan lanjutan LCGC), serta yang terbaru Peraturan Presiden no. 55 tahun 2019 untuk percepatan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Vietnam
Perkembangan industri otomotif Vietnam di pasar domestik memang lebih kecil dibanding dua negara tetangganya di atas dan juga Malaysia. Di tahun 2018, penjualan mobil domestik di angka 288 ribu unit dengan angka kenaikan enam persen dibanding tahun 2017.
Ekspor komponen otomotif ke sejumlah negara pada tahun 2018 mampu mendulang pemasukan sekitar US$900 juta, dengan kalkulasi nilai ekspor sebesar US$4,4 miliar dan nilai impor sebesar US$3,5 miliar.
42 persen pasar ekspor komponen ke Jepang, 16 persen ke Amerika Serikat, dan 9 persen ke Cina.
Nah, di tengah produksi komponen otomotif yang mendulang keuntungan, Vietnam kini tengah mengundang investasi manufaktur mobil secara utuh. Di bulan Juni 2019 lalu pun telah tercetus European Union Vietnam Free Trade Agreement (EVFTA), dimana salah satu poin utama adalah pengurangan pajak 71 persen ekspor Vietnam dalam bentuk mobil maupun komponennya.
Meski pendapatan per kapita di Thailand saat ini sudah berada di angka US$7.200, dan secara umum Vietnam masih ada di angka US$2.600, namun di dua kota besarnya yakni Ho Chi Minh dan Hanoi sudah mendekati angka US$6000.
Potensi pasar domestik Vietnam pun lebih besar dengan potensi market 98 juta orang, sementara Thailand di angka 69 juta orang, serta rasio kepemilikan kendaraan di Vietnam masih sangat rendah di angka 20 mobil dari 1.000 penduduk. Sementara di Thailand sudah 10 kalinya.
Pesona ini juga semakin menarik karena biaya produksi di Vietnam cenderung rendah, sehingga EVFTA dapat mengundang sejumlah investasi produksi mobil dan komponen akan melakukan relokasi dari Thailand. Guna mengantipasi hal itu, pihak berkepentingan Thailand juga tengah aktif melakukan negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan pihak Uni Eropa.
Potensi investasi di Vietnam memang tengah banyak diinformasikan sangat menarik investasi asing, di antaranya investor asing dapat mendapat 100% kepemilikan dan tidak ada klausul kewajiban menempatkan perwakilan masyarakat Vietnam pada posisi Direktur.
Pemerintah Vietnam juga telah menetapkan skema impor yang lebih ketat untuk mendukung jalannya investasi di dalam negerinya.
Malaysia
Negeri Jiran juga memiliki peranan penting dalam perkembangan industri otomotif di Asia Tenggara. Di tahun 2018, sebanyak 572.000 unit mobil terjual ke pasar dimana 522.000 di antaranya merupakan mobil penumpang.
Secara umum pasar otomotif di Malaysia terbagi dua yakni pasar mobil yang diproduksi lokal yakni Proton dan Perodua, serta perusahaan kompetitor dari luar negeri dalam hal ini khususnya Honda dan Toyota.
Di tahun 2018, Proton membukukan angka penjualan 64.700 unit, dan Perodua mampu membuka penjualan 227.200 unit. Di sisi lain, perusahaan otomotif asing kini punya kans untuk tumbuh menyusul angka penjualan Honda mampu melewati Proton pada tahun 2018 lalu.
Meski demikian, investor asing kini harus memperhatikan diberlakukannya skema kebijakan Sales and Service Tax (SST) yang telah ditandatangani Perdana Menteri Mahathir Bin Mohamad, sebagai pengganti paket kebijakan sebelumnya Goods and Service Tax (GST).
Melalui skema kebijakan SST, ada kebijakan pajak penjualan kendaraan sebesar 10 persen, serta pajak impor dan produksi kendaraan di Malaysia mengalami kenaikan.
Masih dari tahun 2018, pihak otoritas di Malaysia telah mengumumkan akan ada merek ketiga nasional yang akan fokus pada pengembangan kendaraan hemat energi, yang secara otomatis akan menerima kemudahaan di antaranya penghapusan pajak dan ijin produksi.
Penutup
Sesama negara di kawasan Asia Tenggara meski berada di dalam satu kawasan, pada kenyataannya memang bersaing satu sama lain untuk mengundang investasi asing melalui skema paket kebijakan yang menarik.
Persaingan paling sengit ada antara Thailand dan Indonesia dalam mengundang investasi asing, umumnya adalah investasi dari Jepang, dan yang terkini dari pabrikan otomotif Cina.