RESENSI FILM GALIH DAN RATNA

Saya menangkap pesan terpenting di film ini justru pada hubungan orang tua dan anak, bukan di antara kekasih.
Saya menangkap pesan terpenting di film ini justru pada hubungan orang tua dan anak, bukan di antara kekasih.

Senin malam (27/2), saya diajak menonton gala premier film Galih dan Ratna di Senayan City oleh PT Hyundai Mobil Indonesia.

Ya, produsen mobil dengan merek asal Korea Selatan itu merupakan salah satu sponsor utama dari film yang di-remake (dibuat ulang) itu. 

Seingat saya, kisah cinta Galih dan Ratna adalah potret kegalauan hubungan remaja di era 70an. Meski merupakan generasi remaja 90an, saya termasuk penyimak kisah cinta legendaris di film yang dibintangi Rano Karno dan Yessy Gusman tersebut.

Itulah kenapa saat menonton film remake ini saya membayangkan tingkat kesulitan yang membayangi sutradara dan para pemainnya, serta seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan film ini. Namanya juga mendaur ulang film legendaris.

Ada beberapa perbedaan mendasar di film ini dibanding versi sebelumnya. Salah satunya yang jago main musik bukan lagi Galih, tapi di era millenia ini justru Ratna yang diperankan Sheryl Sheinafia yang gape main gitar. Sheryl memang lebih dahulu dikenal memulai karirnya sebagai musisi yang kini berkibar di bawah bendera Musica Studio bersama group band Noah.

Sheryl pun sangat gape jadi host di sebuah program musik di Net TV bersama Boy William.

Saya mencatat, alur cerita remake film Galih dan Ratna lebih pelan dan datar dibanding versi aslinya.  Konflik yang dibangun pun tidak terpaku perbedaan kelas sosial antara Galih dan Ratna, serta konflik Galih dan papanya Ratna, tapi juga konflik Galih dengan Ibu kandungnya. Ibunya kurang senang dengan Galih yang begitu kekeuh mempertahankan usaha peninggalkan almarhum ayahnya.

Saya pun mencatat beberapa kejanggalan lain misalnya bagaimana Galih bisa melanjutkan sekolah ketika beasiswanya dihentikan pihak sekolah, atau darimana biaya dan bagaimana bisa Galih melanjutkan kuliah di Malang…

Atau mungkin ada benang merah cerita yang luput dari perhatianku tentang hal di atas…

Di luar hal tersebut, saya juga mencatat ada pesan penting yang ingin disampaikan sutradara dan penulis skenario film ini soal hubungan orang tua dan anak. Baik papa Ratna dan ibu Galih digambarkan cenderung mengabaikan pesan penting tentang keinginan yang sebenarnya dituju dan ingin dicapai oleh anak-anaknya masing-masing.

Ya, saya pikir persoalan hubungan orang tua dan anak yang vertikal semestinya tidak jamannya lagi. Anak adalah titipan yang kelak akan terbang menjemput impiannya sendiri, orang tua hanyalah bertugas menjaga titipan Illahi dengan baik.

Itu berarti menunjukkan jika orang tua bukanlah pemegang otoritas kebenaran absolut.

Well, itu saja yang bisa saya ceritakan di penutup Februari 2017 ini, sekaligus ingin memberitahukan jika mulai hari ini saya telah mengubah status blog saya (jbkderry.wordpress.com) menjadi dotcom (jbkderry.com). Buat saya ini adalah keinginan lama yang tertunda, sekaligus menunjukkan apresiasi pada diri dan karya sendiri setelah delapan tahun media ini diaktifkan.

Oh iya, film Galih dan Ratna sedianya mulai tayang serentak di seluruh Indonesia mulai tanggal 9 Maret 2017. Sebagai penikmat dunia otomotif, kehadiran mobil-mobil Hyundai yang sangat mengedepankan unsur gaya hidup merupakan magnet tersendiri dari film ini.

Yuk, nonton film Indonesia.

Bogor, 28 Februari 2017

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: