Pada satu titik segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia harus berakhir, dan dimulai dengan sesuatu yang baru. Inilah aturan hukum alam.
Ya, rasanya berat saat akhirnya memutuskan harus melego si Tigi, sebuah Honda Tiger keluaran tahun 2004. Saat membelinya tujuh tahun silam di tahun 2004, Tigi seperti memang ditakdirkan menjadi milikku. Dia kubeli pada tanggal 3 November, seperti tanggal kelahiranku.
Bersama motor ini kenangan banyak terukir. Mendapat banyak teman di komunitas motor HTML, solo touring Jakarta – Bromo tahun 2006, membuat majalah motor, hingga touring dadakan ke Ciamis yang bertemu dengan bundanya Oka dan Rasy. God work with its mysterious hand…
Tapi kini waktu telah berganti, demikian pula kebutuhan. Pekarangan rumah akan tidak mampu menampungmu kelak. Di luar itu kebutuhan riding individual tidak lagi seperti dulu. Kemacetan dan sesaknya jalanan membuat riding semakin tidak berasa nikmat. Pun demikian turing tidak lagi banyak waktu yang ada. Rutinitas mendominasi.
Bahkan untuk rute pendek, Tigi memang bukanlah family’s bike. Karakternya sebagai penjelajah, membuatku terasa egois jika berjalan bersama anak istri.
Klasik, jika aku bilang aku akan selalu mengingat kenangan bersamamu. Di akhir nanti, aku hanya ingin bilang, terima kasih tak terhingga atas jasa dan kenangan yang telah kau hadirkan. Maafkan aku tidak bisa menepati janji mempertahankanmu di sepanjang usia…
@ Home





orang gila………,jual jual aja enggak usah nangis
ada yang datang ada pula yang harus pergi ya….kehidupan banget…moga sudah ada reinkarnasinya si TIGI ya….